Dia hadir saat semua lantak dihumbalang tsunami. Sepenggal kisah pahlawan tanpa tanda jasa.
Kemarin, hari Rabu 27 April 2003, saya membaca sebuah artikel yg sangat menyentuh, di koran harian Kompas yg memuat artikel mengenai seorang guru honorer di daerah Calang, NAD, dengan judul "Perempuan perkasa dari Calang".
Namanya adalah Dina Astita, usianya 33 th. Sebagaimana penduduk Aceh lainnya yg sebagian besar menjadi korban tsunami, Ibu Dinapun ikut merasakan duka akibat bencana tsunami, beliau kehilangan ketiga anaknya, Almanda Ahmady (7), Aldius Ahmady (6), Altausal Ahmady (4) dan Maisarah (23), anak angkatnya.
Dina dan suaminya sendiri selamat karena saat kejadian berada di Banda Aceh untuk menghadiri pernikahan abang kandungnya di Masjid Raya Banda Aceh. Pernikahan itu juga urung dilaksanakan karena tsunami.
Pesan terakhir Ibu Dina kepada anaknya saat itu adalah, “Bunda gak bawa dulu ya. Nanti kalau sudah resepsi, kita berangkat sama-sama. Sayang kan mau ujian,” sebut Dina kepada anak-anaknya kala itu.
Yang membuat saya kagum, Ibu Dina ini tidak berlama-lama berdiam diri dalam kedukaannya. Beliau iba melihat banyak anak-anak yg kehilangan sekolahnya sehingga otomatis kegiatan belajar mengajarpun tidak dapat dilaksanakan.
Nah, dalam keadaan serba terbatas ini beliau kembali mengajar walaupun hanya di tenda-tenda penampungan sementara. Kendala yang dihadapi seperti kelangkaan buku dan alat tulis, tidak membuanya surut, beliau berusaha mendatangi berbagai NGO asing dan LSM yang ada di Calang, untuk memberikan bantuan buku tulis, alat tulis dan peralatan belajar lainnya.
Usahanya yg tak kenal lelah ini, menghasilkan sebuah penghargaan yg tak ternilai harganya, Ibu Dina masuk dalam 100 tokoh berpengaruh di dunia tahun 2004 untuk kategori “Heroes & Icons” versi majalah TIME.
Penganugerahan itu, membuat Dina sejajar dengan Bill Gates dari Microsof Corporation yang terkaya di dunia saat ini. Kemudian juga setingkat dengan Dalai Lama dari Tibet, Michael Schumacher, pembalap F-1 dan juga Nelson Mandela, peraih nobel pedamaian yang juga mantan Presiden Afrika Selatan itu.
Bahkan, Dina disejajarkan dengan George W Bush, mantan Presiden AS yang sempat berkunjung ke Lampuuk, Aceh Besar, pascatsunami.
Akhirnya, dengan semangat curiosity yang menggebu-gebu (bahasane rek!), saya gogling deh, dan ternyata...woala!!! berita mengenai Ibu ini banyak sekali...and guess what? most of them are from foreign news paper media.
Waduh! jadi malu sendiri, saya yang orang Indonesia sendiri aja baru tahu mengenai beliau kemarin. Itu juga dengan tidak disengaja, gara-gara mo ke WC, trus karena kebiasaan nongkrong di WC harus ada bacaan, so secara kebetulan aja baca artikel mengenai beliau ini.
Klik disini untuk membaca kisah lengkap Ibu Dina ini dari salah satu site yang saya temukan.
But there is still more!...ternyata ada lagi berita mengenai "Perempuan perkasa" yang dihasilkan dari bencana tsunami itu selain Ibu Dina.
Revita, seorang bidan desa berusia 29 th asal desa Lamreh, Kecamatan Masjid Raya, Aceh Besar. Kisah Revita barangkali lebih sedih lagi. Tatkala tsunami merusak desanya dia sedang hamil tua. Dia sedang menunggu hari untuk melahirkan anak keduanya.
Anaknya tersebut akhirnya dilahirkan 10 hari setelah tsunami, tepatnya 4 Januari 2005, pukul 9.30 malam, di tempat pengungsian di gunung Malahayati.
Kemarin, hari Rabu 27 April 2003, saya membaca sebuah artikel yg sangat menyentuh, di koran harian Kompas yg memuat artikel mengenai seorang guru honorer di daerah Calang, NAD, dengan judul "Perempuan perkasa dari Calang".
Namanya adalah Dina Astita, usianya 33 th. Sebagaimana penduduk Aceh lainnya yg sebagian besar menjadi korban tsunami, Ibu Dinapun ikut merasakan duka akibat bencana tsunami, beliau kehilangan ketiga anaknya, Almanda Ahmady (7), Aldius Ahmady (6), Altausal Ahmady (4) dan Maisarah (23), anak angkatnya.
Dina dan suaminya sendiri selamat karena saat kejadian berada di Banda Aceh untuk menghadiri pernikahan abang kandungnya di Masjid Raya Banda Aceh. Pernikahan itu juga urung dilaksanakan karena tsunami.
Pesan terakhir Ibu Dina kepada anaknya saat itu adalah, “Bunda gak bawa dulu ya. Nanti kalau sudah resepsi, kita berangkat sama-sama. Sayang kan mau ujian,” sebut Dina kepada anak-anaknya kala itu.
Yang membuat saya kagum, Ibu Dina ini tidak berlama-lama berdiam diri dalam kedukaannya. Beliau iba melihat banyak anak-anak yg kehilangan sekolahnya sehingga otomatis kegiatan belajar mengajarpun tidak dapat dilaksanakan.
Nah, dalam keadaan serba terbatas ini beliau kembali mengajar walaupun hanya di tenda-tenda penampungan sementara. Kendala yang dihadapi seperti kelangkaan buku dan alat tulis, tidak membuanya surut, beliau berusaha mendatangi berbagai NGO asing dan LSM yang ada di Calang, untuk memberikan bantuan buku tulis, alat tulis dan peralatan belajar lainnya.
Usahanya yg tak kenal lelah ini, menghasilkan sebuah penghargaan yg tak ternilai harganya, Ibu Dina masuk dalam 100 tokoh berpengaruh di dunia tahun 2004 untuk kategori “Heroes & Icons” versi majalah TIME.
Penganugerahan itu, membuat Dina sejajar dengan Bill Gates dari Microsof Corporation yang terkaya di dunia saat ini. Kemudian juga setingkat dengan Dalai Lama dari Tibet, Michael Schumacher, pembalap F-1 dan juga Nelson Mandela, peraih nobel pedamaian yang juga mantan Presiden Afrika Selatan itu.
Bahkan, Dina disejajarkan dengan George W Bush, mantan Presiden AS yang sempat berkunjung ke Lampuuk, Aceh Besar, pascatsunami.
Akhirnya, dengan semangat curiosity yang menggebu-gebu (bahasane rek!), saya gogling deh, dan ternyata...woala!!! berita mengenai Ibu ini banyak sekali...and guess what? most of them are from foreign news paper media.
Waduh! jadi malu sendiri, saya yang orang Indonesia sendiri aja baru tahu mengenai beliau kemarin. Itu juga dengan tidak disengaja, gara-gara mo ke WC, trus karena kebiasaan nongkrong di WC harus ada bacaan, so secara kebetulan aja baca artikel mengenai beliau ini.
Klik disini untuk membaca kisah lengkap Ibu Dina ini dari salah satu site yang saya temukan.
But there is still more!...ternyata ada lagi berita mengenai "Perempuan perkasa" yang dihasilkan dari bencana tsunami itu selain Ibu Dina.
Revita, seorang bidan desa berusia 29 th asal desa Lamreh, Kecamatan Masjid Raya, Aceh Besar. Kisah Revita barangkali lebih sedih lagi. Tatkala tsunami merusak desanya dia sedang hamil tua. Dia sedang menunggu hari untuk melahirkan anak keduanya.
Anaknya tersebut akhirnya dilahirkan 10 hari setelah tsunami, tepatnya 4 Januari 2005, pukul 9.30 malam, di tempat pengungsian di gunung Malahayati.
Setelah melahirkan, Ibu Revita ini ikut menolong warga yang butuh bantuan, baik melakukan proses melahirkan wanita yang sudah hamil tua, dia juga harus merawat dan mengobati warga yang luka-luka, dengan obat-obatan seadanya...tanpa pamrih!.
Silahkan klik disini untuk lengkapnya.
Salut!, cuma itu mungkin yg bisa saya sampaikan untuk mereka berdua, dan juga "Perempuan-perempuan perkasa" lainnya yg saya ga tahu keberadaannya, yang kebetulan ga di publikasikan (and I am very sure that there are still more of them!).
Semoga saja ini bisa membuka mata saya untuk dapat melihat lebih luas dan menyadari, bahwa ternyata di Indonesia ini, orang2 hebat, ikhlas, tangguh, dan tentunya perkasa...masih banyak!.
Dan hebatnya lagi, umumnya mereka adalah orang2 yang biasa kita sebut "orang kecil" alias "orang biasa".
Well, they maybe only an "ordinary people", but look what they have done...it was extraordinary!...Salute!.
nb : with big condolences to those tsunami victims.
No comments :
Post a Comment