Wednesday, August 20, 2008

Nutrisari rasa haru...

Benar!, judulnya tidak salah, Nutrisari rasa Haru!. Jangan pikir ini adalah produk baru dari Nutrisari, bukan!, sama sekali bukan, ini cuma kisah kecil tentang anak saya yang tertua, Naya (Khanaya Azzahra Baso) yang baru berusia 6 tahun dan baru duduk di bangku sekolah dasar.

Ada peraturan di sekolah Naya (SD IT Al-Muhajirin, Depok), yaitu anak-anak kelas I tidak diperkenankan membawa uang jajan, peraturan ini sebenarnya lebih ditujukan kepada orang tua murid agar tidak membekali anak-anak mereka dengan uang jajan. Namun ada saja orang tua yang tetap memberikan uang jajan kepada anak-anak mereka.

Naya sediri sejak awal sudah kami terangkan mengenai peraturan tersebut, namun dengan kelonggaran bahwa jika ada Ayah atau Bunda, boleh jajan dengan catatan Ayah atau Bunda yang memilihkan jajanan mana yang baik.

Hari selasa kemarin (19 Agustus 2008) saya datang kesekolah Naya dengan maksud membayar uang SPP bulan Agustus. Setelah masalah administrasi tersebut selesai, saya mencari Naya.

Suasana sekolah sangat ramai karena hari itu tidak ada kegiatan belajar-mengajar, semua siswa sedang melakukan berbagai macam lomba dalam rangka memperingati HUT RI ke-63. Saya menjumpai Naya di taman dekat kelasnya, dia sedang bergandengan tangan dengan temanya, Zahra. Agak terkejut dia ketika melihat saya, kemudian tersenyum malu-malu...he..he..he..lucu anak ini, kalo' ketemu Ayahnya ketika dia sedang bersama teman-temannya, selalu saja tersenyum malu-malu.


Pertanyaan pertama yang dia ajukan adalah, "Ayah...dede' mana?", maksudnya adiknya, Lila (Khalila Humaira Baso), soalnya Naya selalu dengan bangga menceritakan tentang sekolah barunya kepada adiknya, dan adiknya, Lila, selalu senang dengan cerita-cerita 'mbanya tentang sekolah barunya, teman-teman, tempat bermain, dan lain-lainya...pokoknya semua jadi bahan ceritanya setiap pulang sekolah.

"Dede di rumah 'yang 'uti (Eyang Putri)", saya menjawab.

Lila memang dititipkan sementara dirumah Eyangnya, karena Bunda mereka dirumah sakit bersama sikecil Khairan (Khairan Abdillah Ammaar Baso) yang sedang dirawat.


"'Mba ikut lomba 'ga?", saya bertanya.

"Iya..lomba masukin bendera".


"Menang 'ga sayang?", saya bertanya lagi.

"Engga.." Naya menjawab sambil tertawa kecil, saya ikut tertawa lalu memeluknya dan mencium dahinya.


"Naya mau jajan burger 'ga?", saya tahu Naya pasti berharap akan diajak jajan sesuai dengan janji kami jika kami, Ayah atau Bundanya ada disekolah.

"Engga Ayah, jajan yang lain aja".

"Mau apa sayang?"....Tidak ada jawaban dari Naya, saya tahu dia agak sungkan sama Ayahnya.

"Ayo, 'mba tunjukin aja deh sama Ayah 'mba mau apa", kata saya.

Naya langsung menarik tangan saya ke kantin sekolah..tempat burger dilewatinya ... tempat mie ayam juga ... tempat bakso...terus kebelakang....saya masih mengikuti langkah kecilnya, Naya terus menarik tangan saya hingga sampai ke tempat penjual minuman ringan. Dan betapa tertegunnya saya ketika tangan mungilnya yang gendut mengambil satu sachet Nutrisari rasa jambu, mengulurkan kepada saya sambil berkata..

"Tapi engga usah pake es!", Naya memang lagi batuk.


Duh anakku, hampir menetes air mata ini karena menahan rasa, saya tidak tahu harus sedih atau apa...saya bertanya sambil memastikan lagi,

"'mba mau yang rasa jambu?".

"Iya ayah, nanti warnanya pink", jawabnya cepat.

"mau di gelas apa di plastik aja 'nak?", tanya saya lagi.

"diplastik aja" jawabnya.


Selama ini mungkin Naya cuma bisa melihat teman-teman lainnya jajan minuman yang diplastik ini dan dia pasti mengingat yang warna pink itu adalah Nutrisari rasa jambu. Sekali lagi saya menahan rasa sesak didada saya. Sambil tetap menggenggam tangannya, saya membayar Nutrisari rasa jambu tersebut sambil memesan kepada penjualnya,

"diplastikin aja bu, engga usah pake es".

Kami berdua keluar dari kantin sambil tangan kiri Naya tetap menggenggam tangan kanan saya, dan tangan kanannya memegang seplastik Nutrisari rasa jambu, berjalan sambil menyeruput minumannya perlahan. Saya mengantar Naya kekelasnya.

"Udah ya sayang, ayah pulang yaa?".

Naya mengangguk, tersenyum, saya mengecup dahinya, Naya berbalik kekelasnya, masih sambil menyeruput minumannya.

Saya pulang duluan untuk menjemput Istri saya dan Khairan dari rumah sakit, sedangkan Naya pulang dengan jemputan.

Dalam perjalanan pulang saya masih memikirkan kejadian tadi, sedih memang, tapi kami sebagai orang tuanya tetap harus teguh mengajarkan kepada Naya, juga Insya Allah kepada kedua adiknya, Lila dan Khairan, bahwa peraturan harus ditaati, bukan untuk dilanggar. Jika hukum-hukum / peraturan-peraturan kecil saja sudah mulai dilanggar, bagaimana dengan penerapan hukum-hukum Allah?, akankah juga dilanggar?...Naudzubillahimindzalik!,...Yaa Allah, jadikanlah anak-anak kami orang-orang yang teguh menjalankan perintah-MU dan mematuhi hukum-hukum-MU.

Siang itu, Nutrisari rasa jambu buat saya menjadi Nutrisari rasa haru.

Monday, August 11, 2008

Lima Poin Pendidikan Anak Dalam Islam

Ada hal indah yang selalu terlintas jika kita melihat anak-anak yang sedang bermain. Dalam dunia anak memang segala sesuatu disekitar mereka selalu menjadi indah, terlepas dari kesulitan yang dirasakan orang tua mereka dalam menghadapi hidup untuk memenuhi kebutuhan yang merupakan hak anak-anak mereka. Salah satu yang menjadi hak anak adalah mendapatkan pendidikan. Ada artikel yang bagus yang saya baca hari ini dari www.eramuslim.com, yang berkaitan dengan pendidikan anak, semoga saja bagus juga untuk pembaca lainnya. Enjoy it !.


Oleh Siti Aisyah Nurmi


Bunda, apakah ilmumu hari ini? Sudahkah kau siapkan dirimu untuk masa depan anak-anakmu? Bunda, apakah kau sudah menyediakan tahta untuk tempat kembali anakmu? Di negeri yang Sebenarnya. Di Negeri Abadi? Bunda, mari kita mengukir masa depan anak-anak kita. Bunda, mari persiapkan diri kita untuk itu.

Hal pertama Bunda, tahukah dikau bahwa kesuksesan adalah cita-cita yang panjang dengan titik akhir di Negeri Abadi? Belumlah sukses jika anakmu menyandang gelar atau jabatan yang tertinggi, atau mengumpulkan kekayaan terbanyak. Belum Bunda, bahkan sebenarnya itu semua tak sepenting nilai ketaqwaan. Mungkin itu semua hanyalah jalan menuju ke Kesuksesan Sejati. Atau bahkan, bisa jadi, itu semua malah menjadi penghalang Kesuksesan Sejati.

Gusti Allah Yang Maha Mencipta Berkata dalam KitabNya:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS 3:185)

Begitulah Bunda, hidup ini hanya kesenangan yang menipu, maka janganlah tertipu dengan tolok ukur yang semu. Pancangkanlah cita-cita untuk anak-anakmu di Negeri Abadi, ajarkanlah mereka tentang cita-cita ini. Bolehlah mereka memiliki beragam cita-cita dunia, namun janganlah sampai ada yang tak mau punya cita-cita Akhirat.

Kedua, setelah memancangkan cita-cita untuk anak-anakmu, maka cobalah memulai memahami anak-anakmu. Ada dua hal yang perlu kau amati:

Pertama, amati sifat-sifat khasnya masing-masing. Tidak ada dua manusia yang sama serupa seluruhnya. Tiap manusia unik. Pahami keunikan masing-masing, dan hormati keunikan pemberian Allah SWT.

Yang kedua, Bunda, fahami di tahap apa saat ini si anak berada. Allah SWT mengkodratkan segala sesuatu sesuai tahapan atau prosesnya. Anak-anak yang merupakan amanah pada kita ini, juga dibesarkan dengan tahapan-tahapan.

Tahapan sebelum kelahirannya merupakan alam arwah. Di tahap ini kita mulai mendidiknya dengan kita sendiri menjalankan ibadah, amal ketaatan pada Allah dan juga dengan selalu menjaga hati dan badan kita secara prima. Itulah kebaikan-kebaikan dan pendidikan pertama kita pada buah hati kita.

Pendidikan anak dalam Islam, menurut Sahabat Ali bin Abitahalib ra, dapat dibagi menjadi 3 tahapan/ penggolongan usia:
1. Tahap BERMAIN (“la-ibuhum”/ajaklah mereka bermain), dari lahir sampai kira-kira 7 tahun.
2. Tahap PENANAMAN DISIPLIN (“addibuhum”/ajarilah mereka adab) dari kira-kira 7 tahun sampai 14 tahun.
3. Tahap KEMITRAAN (“roofiquhum”/jadikanlah mereka sebagai sahabat) kira-kira mulai 14 tahun ke atas.

Ketiga tahapan pendidikan ini mempunyai karakteristik pendekatan yang berbeda sesuai dengan perkembangan kepribadian anak yang sehat. Begitulah kita coba memperlakukan mereka sesuai dengan sifat-sifatnya dan tahapan hidupnya.

Hal ketiga adalah memilih metode pendidikan. Setidaknya, dalam buku dua orang pemikir Islam, yaitu Muhammad Quthb (Manhaj Tarbiyah Islamiyah) dan Abdullah Nasih ’Ulwan (Tarbiyatul Aulad fil Islam), ada lima Metode Pendidikan dalam Islam.

Yang pertama adalah melalui Keteladanan atau Qudwah, yang kedua adalah dengan Pembiasaan atau Aadah, yang ketiga adalah melalui Pemberian Nasehat atau Mau’izhoh, yang keempat dengan melaksanakan Mekanisme Kontrol atau Mulahazhoh, sedangkan yang terakhir dan merupakan pengaman hasil pendidikan adalah Metode Pendidikan melalui Sistem sangsi atau Uqubah.

Bunda, jangan tinggalkan satu-pun dari ke lima metode tersebut, meskipun yang terpenting adalah Keteladanan (sebagai metode yang paling efektif).

Setelah bicara Metode, ke empat adalah Isi Pendidikan itu sendiri. Hal-hal apa saja yang perlu kita berikan kepada mereka, sebagai amanah dari Allah SWT.
Setidak-tidaknya ada 7 bidang. Ketujuh Bidang Tarbiyah Islamiyah tersebut adalah: (1) Pendidikan Keimanan (2) Pendidikan Akhlaq (3) Pendidikan Fikroh/ Pemikiran (4) Pendidikan Fisik (5) Pendidikan Sosial (6) Pendidikan Kejiwaan/Kejenisan (sexual education). Hendaknya semua kita pelajari dan ajarkan kepada mereka. Kepribadian (7) Pendidikan

Ke lima, kira-kira gambaran pribadi seperti apakah yang kita harapkan akan muncul pada diri anak-anak kita setelah hal-hal di atas kita lakukan? Mudah-mudahan seperti yang ada dalam sepuluh poin target pendidikan Islam ini:
Selamat aqidahnya, Benar ibadahnya, Kokoh akhlaqnya, Mempunyai kemampuan untuk mempunyai penghasilan, Jernih pemahamannya, Kuat jasmaninya, Dapat melawan hawa nafsunya sendiri, Teratur urusan-urusannya, Dapat menjaga waktu, Berguna bagi orang lain.

Insya Allah, Dia Akan Mengganjar kita dengan pahala terbaik, sesuai jerih payah kita, dan Semoga kita kelak bersama dikumpulkan di Negeri Abadi. Amin. Wallahua’lam, (SAN)

Catatan:
- Lima Poin Pendidikan Anak:1.Paradigma sukses 2.Mengenal Tahapan&Sifat 3.Metode 4.Isi 5.Target.
- Buku Muhammad Quthb (Manhaj Tarbiyah Islamiyah) diterjemahkan dengan judul “Sistem Pendidikan Islam” terbitan Al-Ma’arif Bandung, dan buku Abdullah Nasih ’Ulwan (Tarbiyatul Aulad fil Islam) diterjemahkan dengan judul Pendidikan Anak Dalam Islam.


Friday, August 8, 2008

Aku lebih cinta matiiiii...daripada kamu!!

Fuiihhh, sudah hampir 5 bulan sejak terakhir blog ini di update....untung saja hari ini dapat artikel bagus dari milist "pks-depok". Hampir semua konten di Blog ini memang lebih banyak mengambil artikel-artikel yang sudah ada. Bukan tanpa alasan saya melakukannya, karena awalnya saya hanya ingin menyimpan artikel-artikel yang saya suka, untuk supaya bisa dibaca kembali demi memperkaya nurani. Semoga saja setiap mereka yang masuk ke Blog ini mendapatkan pengalaman dan ilmu yang nantinya juga dapat memperkaya nurani mereka, Amin.

Eniwei, mengenai artikel yang saya dapat hari ini,...artikel ringan tapi asik untuk dibaca, terutama buat mereka yang dalam proses ta'aruf ataupun yang baru sampai tahap menginginkan..he..he..he....gini nih ceritanya...




Aku lebih cinta matiiiii....daripada kamu!!
by Admiring Pelangi
[Serius... ini fiksi lho, cuma sekedar cerpen iseng nan spontan]

"Say, aku cinta kamu!"

Akhwat yang diajak ngomong itu bengong. Jangankan tersentuh, kebayangpun nggak dengan apa yang barusan dicelotehkan si Cowok sableng itu.

"Ah... masa' sih? Serius?" sahut si akhwat kesal.

"Seriuuuussss deh, aku cintaaaaaa banget sama kamu!" jawab si cowok dengan tampang memelas.

"Hmmm... kamu berani ngelamar aku hari ini juga?"
Si cowok diam, sekarang giliran dia yang bengong ditodong seperti itu.

"Ngh... aku mau kok nikahin kamu, tapi... masak iya secepat itu?", tanyanya ragu.

"Lho, emangnya kenapa?" tanya akhwat itu menantang.

"Ngh... ya... kita kan belom terlalu mengenal." jawab si cowok sambil garuk-garuk kayak beruk diatas pohon kapuk.

"Lhah... nah, itu dia! Kok bisa kamu ngomong cintrong?", introgasi si Akhwat berubah jadi segalak polwan baru lulus Sepolwan Pasar Jumat.

"Menurut aku kamu baek, pinter, solehah, bla bla bla..." jawabnya sambil terus mengabsen sifat si akhwat yang ada dalam bayangannya.

"Nah... nah... nah..." potong si Akhwat,

"katanya nggak kenal aku. Tapi
kok... kayaknya malah kamu yang lebih kenal diriku dibanding diriku sendiri?".

Si cowok mati kutu... persis kayak kutu dipites pake kuku. Dia terdiam salting sambil sesekali menggaruk kepalanya yang nggak gatal sama sekali.

"Yo wis lah... gini deh, kalo emang kamu cinta sama aku, aku mau kamu ngaji! Mentoring sana... baru bilang cinta sama aku."

Dengan garukan yang semakin keras, si cowok nggak berkata apa-apa. Cuma manggut-manggut walaupun bingung. Seumur-umur, dia ngaji cuman waktu SD, semasa masih ikut TPA. Itupun kabur-kaburan, berhubung harus mengejar jadwal rutin 'penting' seperti Satria Baja Hitam RX dan Saint Seiya yang dijamin mendidik anak-anak indonesia jadi superhero yang siap menyelamatkan profit perusahaan multi nasional dan diberdayakan jadi buruh elit di perusahaan asing.

Si cowok dengan langkah gontai berbalik meninggalkan medan pertempuran. Tapi... tiba-tiba langkahnya terhenti. Kayaknya masih ada yang mengganjal pikirannya yang sehari-hari gak pernah jauh dari analisis seputar pertandingan Serie A atau strategi memenangkan PES, WE, CM dan berbagai game lainnya. Dan iapun belum menyerah...

"Tapi... aku serius loh, Ful..." *berhubung sebenernya nama karakter nggak penting di cerita ini, kita kasih nama aja si Akhwat ini dengan Fulanah*

"Serius apa?" potong si Akhwat dengan nada lembut tapi nyelekit, menusuk dalam-dalam hati cowok yang kurang baik dan tidak rajin menabung itu.

"Ak... Aku..." katanya ragu, "Aku cinta kamu karena Allah lho!!" lanjutnya berusaha memberanikan diri. kata-kata itu terlintas begitu aja ketika dia ingat dengan sebuah artikel di blog saat disuruh membuat makalah kuliah Agama dan Etika Islam. Sejujur-jujurnya, Ia nggak tau pasti arti dari kata-kata itu secara persis.

*Gedubrak* Si Akhwat bingung antara harus geli dengan kata-kata itu atau pengen nonjok si pahlawan cinta monyet yang ia sendiri lupa kenal dimana. Pengen rasanya jurus pamungkas taekwondonya Ia keluarkan. Tapi
tiba-tiba bidadari virtual nan cantik di sebelah kanannya berkata lembut, "sabar atuh ukhti... kesempatan nih, ayo dingajiin! Target potensial nih...". Ia pun menarik nafas puaaaaannjjjjang, lalu...

"Huh... Iya deh... terserah kamu. Aku juga cinta kamu karena Allah..."

Betapa berbunga-bunganya si Cowok sableng itu mendengar kata 'cinta' yang ditujukan padanya.

"Tapi..." lanjut si Akhwat membuyarkan proyek kebon bunga yang baru saja menggusur lapangan bola di hati si Ikhwan, "pokoknya gak mau tau, aku pengen kamu mentoring dulu... Titik!!" lanjutnya sambil segera ngeloyor
pergi dengan perasaan yang sudah mumet dengan serbuan mendadak si cowok di musim Ujian Akhir Semester kayak sekarang ini.

"Eh... eh..." sahut si Cowok kebingungan kayak pejabat korup ketangkep basah KPK.

"Seriuuuuuusss. .. Ful! Aku cinta mati sama kamu!" teriaknya pada si Akhwat yang semakin jauh.

Si Akhwat menoleh sebentar, "Tapi aku lebih cinta mati daripada kamuuuu!!!" balasnya yang disambut
dengan sunyi, bersamaan dengan semakin mematungnya si Ikhwan.

***

Sembilan bulan lebih sembilan hari kemudian...

Seorang ikhwan masuk kedalam mesjid bersama rombongan keluarganya dengan muka cengengesan yang nggak bisa ditahan. Dia menyapa beberapa temannya. Mereka adalah teman satu kelompok mentoringnya. Gerombolan anak nongkrong, yang sama-sama berusaha belajar tentang Tuhan dan Agamanya.

Begitu matanya melirik sedikit pada bidadari bergaun putih yang sudah sejak tadi nangkring di barisan Akhwat yang tersekat hijab, tiba-tiba dadanya kembang kempis. Terasa panas dingin bulu kuduknya melihat bidadari yang dalam hatinya yang paling dalam ia harapkan jadi pendampingnya di surga kelak. Si bidadari tertunduk saja, sama dag-dig-dugnya dengan calon presiden RRT (Republik Rumah Tangga) itu.

Singkat cerita, prosesi akad berjalan lancar dan sukses walaupun sempat diwarnai kericuhan karena si Ikhwan saking gugupnya lupa dengan nama calon istrinya itu dan malah mengabsen mantan-mantan pacarnya semasa masih berandalan dulu. Setelah prosesi, kedua mempelai segera diboyong ke tahta mereka sebagai sepasang manusia paling bahagia di hari itu.

"Ful... ful..."


Di tengah langkah gemulai bak pameran busana pengantin, si Ikhwan
tiba-tiba memanggil perempuan yang menggandengnya itu dengan setengah berbisik.

"Apa kang?" jawab si Akhwat malu-malu.

"A... aku cinta mati sama..."


"Ssst..." belum sempat melanjutkan, si Akhwat memberi isyarat kepada
pangerannya itu untuk tidak melanjutkan.

"Aku lebih cinta mati daripada kamu." lanjutnya dengan senyuman.

Si ikhwan termenung sebentar, lalu dengan senyum sumringah dia menanggapinya. ..

"Aku juga lebih cinta mati daripada kamu..." ucapnya berbisik, "Aku ingin mencintai mati, sama sepertimu." lanjutnya dengan nada bersungguh-sungguh.

Bidadari itu menjawabnya dengan senyum. Senyum penuh arti yang diiringi lantunan doa yang sejak bertahun-tahun lalu begitu akrab dengan lisannya.

Allahumma... Innaka ta'lam anna hadzihil quluub
qad ijtamaat alaa mahabbatik.. . wal taqqat ala Thaa'atik...
wa Tawahhadat ala nashrati syari'atik.. .
fa watstsiqillahumma rabithatahaa. ..
wa adimmuddahaa. .. wahdiha subulahaa...
wamla'haa bi nuurikalladzi laa yakhbuu...
Wasyrah suduurahaa bi faidzil iimaanubik.. .
wa jamiilit tawakkuli alaik...
wa ahyihaa bi ma'rifatik.. .
wa amithaa ala syahaadati fii sabiilik...
wa amithaa ala syahaadati fii sabiilik...
wa amithaa ala syahaadati fii sabiilik...
innaka ni'mal maulaa... wa ni'mannashiir. ..

Dan ucapan pangerannya tadi menjadi hadiah paling romantis baginya di hari paling istimewa sepanjang hidupnya itu.