Kesulitan dalam kehidupan adalah sunatullah, suatu keniscayaan yang akan dihadapi setiap mahluk yang bernyawa. Kesulitan bisa datang kapan saja, dimana saja dan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Ya, kesulitan, sebagaimana sunatullah-sunatullah lainnya, terjadi atas izin dari-Nya, atas kehendak-Nya. Oleh karena itu hanya Dia pula yang dapat menghilangkan kesulitan dari kehidupan kita dan menggantikannya dengan kebaikan.
Hampir setiap mahluk yang percaya bahwa kehidupan ini adalah pemberian dari-Nya, menyadari hal ini, hanya saja kadang kala ego sebagai manusia lebih memonopoli hati, disaat kesulitan bisa teratasi. Pada saat seperti itu, tidak ada sedikitpun terbersit di hati bahwa kemampuan untuk mengatasi kesulitanpun adalah atas karunia dan kasih sayang-Nya.
Bagi orang-orang yang mengerti ayat-ayat Allah, kesulitan merupakan salah satu petunjuk bahwa Allah mencintai kita, suatu ujian dari-Nya untuk menaikkan derajat kita satu tingkat lebih tinggi. Allah, Sang Maha Kasih, ingin kita benar-benar menjadi orang yang beriman, sesuai dengan kriteria dari-Nya.
'Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?' (29:2).
Sudah banyak kasus yang bisa kita jadikan tauladan, bagaimana seharusnya menyikapi kesulitan dan mengundang pertolongan Allah. Dalam kisah para Nabi, para sahabat Nabi, dll, dalam banyak Surah di Al-Quran, pada hadits-hadits. Saya tidak akan menuliskan ulang kisah-kisah tersebut, karena bagi kebanyakan orang, akan lebih mudah untuk melihat contoh yang ada disekitar mereka, atau mendengar langsung dari penuturan orang yang mengalami.
‘Allahumma, la ilaha illa anta. Subhanaka, inni kuntu minazzhalimin'
(Ya Allah, tidak ada Tuhan yang patut disembah selain Engkau. Maha Suci Engkau. Sungguh aku ini termasuk orang-orang yang zalim).
Do'a Nabi Yunus AS ini adalah do'a memohonkan pertolongan kepada Allah untuk mengangkat kesulitan yang ia hadapi. Beliau sadar betul bahwa kesulitannya hanya bisa diatasi jika Allah ikut andil didalamnya. Jika mengikuti terjemahan yang ada dari ayat tersebut, tidak ada kata-kata permintaan pertolongan disitu. Yang ada adalah pengakuan bahwa Allah adalah satu satunya yang patut di sembah, memuji-Nya sebagai yang Maha Suci, dan mengakui bahwa aku, hamba yang berdoa, adalah orang yang zalim!. Itu saja.
Allah menghilangkan kesulitan dan menggantikannya dengan kebaikan, sampai-sampai jika saya mengingat-ingat kembali kebelakang, melihat perjalan hidup yang telah dilewati, saya merasa tidak ada kesulitan-kesulitan besar yang telah saya lalui. Kehidupan saya, Alhamdulillah, mengalir ke arah yang, InsyaAllah, lebih baik. Bukan karena saya orang yang sangat soleh dan memiliki keluasan hati bak samudra yang menelan lalu menenggelamkan seluruh kepahitan hidup tanpa sedikitpun mengurangi kadar keimanan. Tidak, saya masih jauh dari orang seperti itu. Saya percaya bahwa hal tersebut terjadi, sesuai dengan janji-Nya.
“Fa inna ma’al ‘usri yusra. Inna ma’al ‘usri yusra” (Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan).
Men-tauhidkan Dia, memuji-Nya, dan akui kezaliman kita, tiga hal yang mengundang pertolongan Allah, tiga hal dalam satu do'a pendek yang mampu menembus batas langit, terus menuju Arsy Nya. Do'a yang, InsyaAllah, akan selalu aku lafadzkan dalam keadaan bagaimanapun.
Telah tertulis dengan jelas janji-Nya, maka undanglah pertolongan-Nya dengan do'a permohonan dari kisah Dzun Nun (Yunus).
Dalam kegelapanpun Dia melihat, dalam kebisuan, Dia mendengar...dan beliau, Dzun Nun, sang nabi, lalu meratap...
'la ilaha illa anta. Subhanaka, inni kuntu minazzhalimin'
Berbilang waktu terlewati, namun doa tidak berhenti ia, Dzun Nun alaihissalam, lantunkan. Ia, yang bergelar Nabi Allah, pun menangis...
'Tidak ada Tuhan selain Engkau, maha suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang yang zalim'
Maka bergetarlah Arsy.
No comments :
Post a Comment